Wednesday 1 April 2009

Goput, Solusi Permasalahan Bangsa?






Saya cukup kaget ketika melihat tingginya angka golput (golongan putih) pada beberapa pilkada yang telah dilaksanakan. Ternyata saat ini tingkat kepercayaan masyarakat pada para pemimpin telah menurun dengan drastis. Faktor kondisi sosial ekonomi bisa kita pilih sebagai faktor penyebab utama. Silih bergantinya tampuk kepemimpinan, tidak jua mengubah kondisi masyarakat. Mayoritas dari mereka tetap hidup dalam kesusahan dan kemeleratan.
Penyebab seseorang memilih golput bisa bermacam-macam. Ada yang berpendirian menjadi golput karena menganggap siapapun pemimpinnya tidak akan mengubah kondisi yang ada. Saya memahami keadaan mereka, namun akan lebih baik bagi mereka untuk merenungkan pilihan mereka kembali. Kita harus sadar bahwa tidak mungkin semua calon benar-benar serupa. Apalagi jika kita mengingat bahwa saat ini kita tengah berada di orde reformasi. Sebuah era keterbukaan. Pada orde-orde sebelumnya, semua calon pemimpin dicetak menjadi satu warna, hanya saja mereka disamarkan dalam partai-partai yang berbeda. Jika kita masih hidup pada masa itu, kita sangat dimungkinkan untuk golput karena siapapun calon pemimpin yang dipilih tidak akan berpengaruh terhadap perubahan. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi sekarang. Keterbukaan telah cukup diberikan di era reformasi ini, contohnya tiap partai berhak memilih sendiri asas partainya. Dengan begitu, setiap partai mampu menggariskan sendiri jalan perjuangannya. Dan diantara para calon pemimpin tersebut, ada yang tidak seharusnya dicurigai tidak akan membawa perubahan yang berarti. Kita harus yakin orang-orang baik masih ada dalam pemerintahan kita.
Penyebab lain yang menyebabkan seseorang memilih golput karena karena sudah memiliki persepsi sendiri. Misalnya, ada sebagian kalangan yang tidak mau berpartisipasi dalam Pemilu karena bagi mereka Pemilu bukan produk Islam. Sebuah pemikiran yang amat disayangkan mengingat demokrasi tak lebih hanya sebagai wahana saja, seperti sound system dalam sebuah masjid. Bisa dipakai atau juga bisa dipakai, tergantung besanya nilai manfaat yang bisa diambil. Demokrasi memang bukan berasal dari Islam, namun jika dia memberikan manfaat kepada masyarakat maka tidak ada salahnya kita gunakan. Rasulullah tidak anti dengan produk-produk dari luar Islam selama produk tersebut memberikan manfaat dan tidak masuk dalam kategori menghalalkan segala cara. Rasulullah pernah mencontohkannya dengan menganjurkan penggunaan sistem memohon perlindungan kepada tokoh Mekkah dan juga penggunaan sistem perang parit yang berasal dari Persia. Sejak awal kepemimpinannya, Rasulullah telah memiliki tradisi musyawarah. Dan apabila pada musyawarah tidak dapat diambil keputusan bersama, maka voting dapat dilakukan. Ini dapat kita lihat ketika penentuan strategi perang Uhud. Saat itu perdebatan kaum muda dan kaum muda begitu alot sehingga akhirnya perlu diadakan voting. Hak suara Rasulullah waktu itu sama, hanya satu suara saja. Dan hasil yang didapat Rasulullah menunjukkan bahwa beliau kalah voting. Beliau pada akhirnya tetap menjalankan keputusan hasil musyawarah dan voting tersebut.
Pilihan golput akan menimbulkan beberapa efek. Pada aspek pribadi seseorang, pilihan golput akan memunculkan watak egois dan ketidakpedulian pada lingkungan sekitar. Rasulullah SAW mengancam orang-orang yang tidak peduli terhadap lingkungan sekitarnya. Beliau bersabda: “ Barangsiapa yang tidak peduli kepada kaum muslim yang lainnya maka dia tidak diakui kedudukannya sebagai umat Rasulullah”. Pada aspek sosial, pilihan golput akan menghambat laju perubahan yang tengah terjadi. Kita harus sadar bahwa kita bisa menggunakan demokrasi sabagai alat perjuangan kita untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Kita diajarkan untuk selalu meilih pemimpin diantara kita. Jangankan dalam lingkup negara, apabila ada tiga orang berjalan bersama maka harus dipilih salah seorang untuk menjadi pemimpin rombongan kecil tersebut. Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Setiap orang pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Kita sewajarnya menggunakan demokrasi sebagai sarana musyawarah kita untuk memilih pemimpin-pemimpin yang relatif lebih baik daripada yang lain. Jadi, apabila setiap calon memiliki kebaikan-kebaikan, kita dapat mencari calon yang relatif paling baik daripada yang lain. Sebaliknya, apabila setiap calon lebih cenderung untuk buruk, maka kita dapat meimlih calon yang keburukannya paling rendah diantara yang lain. Keberadaan pemimpin adalah mutlak adanya. Hanya pemimpin-pemimpin yang baik yang akan membawa pada keadaan yang lebih baik. Tugas kita turut berpartisipasi dalam memunculkan pemimpin yang baik tersebut dengan berpartisipasi dalam pesta demokrasi.
Negara adalah sebuah elemen penting dalam upaya mensejahterakan masyarakat. Negara dapat mengucurkan dana yang lebih besar dibanding sebuah lembaga sosial. Dana tersebut dapat disalurkan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan pertahanan. Hal ini akan terwujud jika kekuasaan negara dipegang oleh pemimpin-pemimpin yang baik. Partai adalah tempat mengkader calon pemimpin tersebut. Semua partai memang selalu berorientasi pada kekuasaan. Perbedaannya, hanya partai yang baik yang tidak akan menggunakan kekuasaannya untuk tujuan dunia saja. Partai yang baik adalah partai yang berorientasi pada akhirat. Partai yang berusaha selalu amar ma’ruf nahi munkar. Partai yang baik akan mengisi program-program kenegaraan yang memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Ini telah dibuktikan oleh PKS. Ketika kader-kader PKS menjadi anggota dewan, kepala daerah, atau menteri, mereka benar-benar melaksanakan amanahnya dengan baik. Misalnya, Menteri Pertanian Anton Apriantono telah berhasil mewujudkan swasembada beras.
Singkatnya, pilhan Golput adalah pilihan yang buruk. Golput berarti diam saja ketika melihat kondisi yang terjadi sekitarnya. Akan lebih baik jika kita tetap turut serta dalam menentukan pemimpin negeri ini dan dapat selalu objektif dalam menilai para calon pemimpin yang ada. Sudah saatnya kecurigaan kita hilangkan. Kita dapat melihat calon pemimpin yang ada di sekitar mereka. Mana yang benar-benar berkiprah untuk masyarakat. Mana yang benar-benar ikhlas dan tanpa pamrih. Dengan turut serta dalam memilih calon pemimpin yang baik, kita berharap arus perubahan yang lebih baik terjadi di negeri yang kita cintai ini. [HM]

Baca Selengkapnya......

KAMPANYE PARPOL, GOLPUT, DAN PEMILU YANG SUKSES



*Agung Mahesa Himawan Dorodjatoen, S.T.

Hingar-bingar Pemilihan Umum 2009 dan derap kampanye partai beserta calon-calon legislatif yang diusungnya semakin intensif dalam pekan-pekan terakhir ini. Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara “kenduri” nasional ini sudah semenjak beberapa bulan ke belakang melakukan pendataan dan verifikasi pemilih. Sementara itu, partai-partai peserta Pemilu mulai berbenah dan sibuk dengan urusan memilah-milah kader-kader mereka untuk mengisi ratusan kursi wakil rakyat baik di level nasional mau pun daerah. Dalam riuh rendah pesta demokrasi lima tahunan ini, masyarakat biasa, di luar kedua pihak tadi, memiliki posisinya sendiri; sebagai konsumen hasil pemilu sekaligus pihak yang memberikan suara untuk memutar roda demokrasi. Wajar bila lantas masyarakat pun menjadi sasaran beragam wacana jelang pemilu, mulai dari golput sampai kampanye caleg dari partai-partai peserta pemilu.

Golput, sedikitnya timbul karena dua alasan besar : teknis mau pun ideologis. Teknis di sini berarti terjadi kecacatan dalam proses pendaftaran pemilih, sementara ideologis berarti masyarakat memang memilih untuk tidak memberikan suaranya dengan beberapa alasan. Alasan yang sering terdengar adalah kemampuan partai dan kader-kadernya diragukan dan sistem pemilu yang ada hanya akan kembali menghasilkan wakil-wakil rakyat yang kurang, bahkan tidak cakap. Harapan dari pihak yang memilih golput adalah supaya gerakan mereka mampu mengurangi keabsahan hasil pemilu, hingga pada puncaknya ada perbaikan sistem ke arah yang lebih baik. Sebagai sebuah wacana, golput dapat menambah khasanah pengetahuan masyarakat tentang demokrasi. Namun sebagai sebuah gerakan, golput tidak mempunyai pijakan dan tujuan yang cukup kuat. Pertama, tujuan pengurangan keabsahan pemilu tidak akan pernah tercapai. Hal ini sudah dibuktikan di Jawa Barat, Sumatera Utara dan beberapa daerah lainnya, di mana angka golput bahkan ada yang mencapai lebih dari 40%. Lantas apa yang terjadi di sana? Seperti kita tahu bersama, hasil pemilu tetap sah dan pemerintahan dapat terus berjalan. Hal itu jelas tertera dalam pasal 205-209 UU 10/2008 tentang Pemilu. Berapa pun jumlah suara sah yang terkumpul, kursi yang ada di masing-masing daerah pemilihan akan dibagi habis kepada partai-partai yang lolos ambang batas pemilihan (electoral threshold); tidak tertulis tentang legitimasi pemilu di sini. Kedua, wacana golput jelang pemilu 2009 ini tidaklah dibarengi dengan sebuah upaya konstruktif untuk menawarkan alternatif yang jelas kepada masyarakat. Alih-alih mencerdaskan, golput justru menjadi pembenaran akan sikap acuh dan pasif dari masyarakat. Setelah disuguhkan beragam berita negatif penuh “sensasi” dari media massa tentang dunia perpolitikan di Indonesia, masyarakat menemukan pembenaran atas ungkapan “politik itu kotor” dari pihak-pihak yang mewacanakan golput. Di sini kita menemukan kenyataan pahit yang berkembang di masyarakat: tidak peduli akan proses politik di Indonesia karena lebih mengutamakan untuk mengurus kehidupan sehari-hari, namun terpengaruh oleh jargon “politik itu kotor” yang diwacanakan oleh media massa populer. Masyarakat menelan bulat-bulat wacana itu dan kemudian memilih terpenjara dalam sikap pasifnya.

Di ujung sisi yang lain, kita juga menemukan gegap-gempita kampanye yang dilakukan oleh calon anggota legislatif partai peserta pemilu. Beragam upaya dilakukan, mulai dari pencerdasan hingga pengenalan sederhana melalui spanduk dan baligho; yang terkadang berlebihan dan menganggap masyarakat adalah pihak yang mudah dibodoh-bodohi. Banyak di antara mereka yang khilaf dan lupa, bahwa janji sekarang adalah utang di masa depan. Masyarakat dianggap sudah melupakan rekam jejak mereka lima tahun ke belakang; anggapan mereka: cukup digempur jelang pemilu maka suara akan dapat dipanen. Memanfaatkan masa peralihan demokrasi, calon-calon legislative semcam ini mencoba mengambil keuntungan dari massa mengambang yang senantiasa “cair” dan mudah diombang-ambingkan. Bahkan tak jarang di antara mereka masih menggunakan taktik kuno, yang sayangnya masih cukup efektif di zaman krisis seperti ini: memberi uang dan sembako kepada masyarakat untuk mendapatkan suara mereka. Dari praktik seperti ini lah lantas lahir kemuakkan sebagian masyarakat kepada sistem politik di Indonesia, yang dapat berujung ke wacana golput tadi. Inilah dia siklus yang sedang terjadi 5 tahun belakangan ini.

Sejatinya, ada dua masalah besar di sini. Pertama adalah ketidak percayaan sebagian masyarakat, pengusung wacana golput, terhadap pemilu dan semua yang terlibat di dalamnya. Kedua, pencerdasan pemilu yang kurang memadai oleh parpol-parpol peserta pemilu kepada seluruh lapisan masyarakat. Di antara dua masalah besar ini ada irisan yang sebenarnya dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal. Karena demokrasi menuntut partisipasi aktif bukan hanya dari parpol dan pemerintah melainkan juga dari masyarakat, maka apatisme dan ketidakacuhan masyarakat lah yang harus diberantas. Bagaimana mungkin kita bisa menilai politik itu kotor apabila kita hanya sekilas mendengar dan membaca potongan-potongan berita di media massa? Di sini, sebagian masyarakat yang tidak percaya terhadap pemilu dapat meletakkan wacana golput yang diusungnya untuk bahu-membahu bersama parpol dan pemerintah melakukan pencerdasan menyeluruh kepada semua lapisan masyarakat. Hasil yang didapat akan jauh lebih efektif; masyarakat luas yang tercerdaskan akan dapat menyaring informasi yang diperoleh dari media massa, menolak dengan tegas politik uang dan lantas menjadi pengawas yang efektif terhadap keberjalanan demokrasi di Indonesia. Dari sini, semua pihak diuntungkan. Parpol dan pemerintah tidak bisa bermain-main lagi dengan suara rakyat dan pengusung wacana golput pun dapat mencapai tujuannya: perbaikan sistem, tanpa perlu mengeluarkan energi sia-sia untuk mendeligitimasi (mengurangi keabsahan) hasil pemilu, yang jelas-jelas tidak dimungkinkan oleh undang-undang.

Sebagai penutup, sebuah pertanyaan penting patut kita renungkan : Indonesia seperti apakah yang kita impikan? Jawaban apa pun yang ada, semuanya menuntut peran aktif kita dalam hidup bernegara. Kenali pemimpin dan wakil-wakil kita, pelajari apa yang sedang terjadi di negara ini dan berpartisipasilah dalam batas kemampuan kita. Pun demikian dengan Pemilu 2009; kenali parpol yang ada, amati program-program mereka dan gali informasi sebanyak mungkin tentang calon-calon legislatifnya. Jangan pernah mau terbawa hanyut dalam gelombang keputus-asaan akan proses pemilu yang sedang berjalan. Pelajari sendiri dan putuskan sendiri. InsyaAllah Indonesia yang lebih baik akan segera kita songsong.

Wallahu’alam bish-shawab.


*Penulis adalah lulusan S1 Teknik Planologi ITB yang sedang melanjutkan program pascasarjana (magister)-nya di Belanda

Baca Selengkapnya......

Monday 2 March 2009

Refleksi Sebuah Sudut Dunia Islam





Adalah keprihatinan apa yang sedang terjadi di sebuah negara Islam –Palestina—sekitar 20 hari ini. Betapa tidak? Atas nama kemanusiaan, betapa keji apa yang telah Israel lakukan terhadap rakyat Palestina. Dan betapa prihatinnya karena negara – negara dengan penduduk mayoritas Islam tidak segera bersatu melakukan tindakan. Betapa sedihnya bahkan diantara negara Islam sendiri ada yang mempertentangkan. Masih perlukah dipertanyakan untuk apakah keprihatinan itu ada demi sebuah negara bernama Palestina??? Bukankah sebagai muslim kita sudah sepatutnya ber ittiba' (mengikuti) Rasul saw? Kalau begitu mari kita tengok sabda beliau, Hadis riwayat Nukman bin Basyir ra., ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam. (Shahih Muslim No.4685)

Sudah sepantasnya kita sebagai ummat Islam, ikut merasakan derita dan sakitnya rakyat Palestina disana. Sungguh pemandangan yang menyedihkan ketika rakyat Palestina disana sedang berjuang antara hidup dan mati bahkan tidak tahu apakah esok hari masih bisa bernafas, sedangkan kita masih bisa menikmati malam tahun baru masehi dengan hura – hura. Itukah mukmin yang saling mengasihi seperti satu tubuh? Tidak sadarkah bahwa zionis sedang memecah belah umat Islam? Menebar pandangan – pandangan sempit akan persatuan umat Islam. Karena sesungguhnya persatuan umat Islam itulah yang mereka takuti akan menghancurkan mereka. Karena sesungguhnya mereka itu sedang menolak sebuah kebenaran kalamullah dan takut persatuan serta kesadaran umat Islam akan memusnahkan mereka. Dengan menghalalkan segala cara mereka –zionis—melakukan upaya – upaya memecah belah umat Islam.



Apa yang terjadi di sebuah negeri Palestina itu patut menjadi refleksi bersama akan persatuan umat Islam saat ini. Umat yang katanya mengenal makna ukhuwwah Islamiyah tapi nyata – nyatanya untuk merasakan betapa pedih saudara kita disana saja tidak mampu. Seharusnya kita sadar akan musuh yang sedang menggerogoti persatuan umat Islam. Perdana Menteri Israel Olmett pernah berkata, “Kami tidak peduli apa yang terjadi di Palestina. Kami akan terus melakukan serangan sampai perdamaian terbentuk.” Perdamaian macam apa yang akan terjadi dengan serangan dan peperangan? Peperangan hanya akan meninggalkan jejak – jejak luka dan kehilangan orang – orang yang dicintai. Menteri Luar Negeri Israel pun pernah berujar, “Kami memang menjadikan anak – anak kecil dan wanita sebagai benteng.” Setelah sekian ratus orang – hampir mencapai seribu orang meninggal akibat serangan Israel, Perdana Menteri Israel pun berkata, “Saya puas dengan serangan – serangan yang kami lancarkan.” Itukah sikap yang muncul demi sebuah perdamaian? Sesungguhnya pemerintahan Islam tidak akan pernah menyia – nyiakan kaum Yahudi. Dan bahkan Rasul saw tidak pernah memperbolehkan membunuh anak – anak dan wanita saat peperangan. Begitu khawatirnya kaum Yahudi akan kebangkitan generasi Islam yang tangguh dari anak – anak kecil yang kelak menjadi pemuda perkasa serta ibu – ibu yang melahirkan generasi mujahid.Marilah kita kembali mengingat firman Allah swt,

“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik…” Q.S. Al – Maidah : 82.

Bahkan Allah pun telah mengingatkan kepada kita tiap kita membuka kembali kitab suci bahwa orang – orang Yahudi adalah orang – orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang mukmin. Lalu apa kesulitannya untuk bersatu sebagai umat Islam? Memang di negeri kita sendiri pun banyak terjadi bencana dan sedang mengalami kesulitan. Itu bukanlah sebuah alasan untuk egois dan melupakan apa yang Rasul sabdakan sebagai orang – orang mukmin. Tetaplah sebagai orang – orang mukmin kita hendaknya bersatu padu membantu saudara seiman seaqidah. Rasul pernah bersabda dalam sebuah hadist, Hadis riwayat Abu Musa ra. dia berkata : Rasulullah saw. bersabda : Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti sebuah bangunan di mana bagiannya saling menguatkan bagian yang lain. (Shahih Muslim No.4684). Sekali lagi, mari kita mengingatkan diri kembali bahwa berittiba' hanyalah kepada Rasulullah saw. Mari menguatkan saudara kita terutama saat ini saudara kita di Palestina sana yang sedang mengalami kesusahan. Meski sepotong do'a saja. Dan bahwa do'a adalah kekuatan terbesar orang mukmin. Apapun yang bisa kita lakukan semampunya, mendukung saudara kita di Palestina. Semoga Allah merahmati orang – orang mukmin dan yang berjuang demi tegaknya agama Allah.



Allahumma a'izzal Islaama wal muslimiin, wa azillasy syirka wal musyrikiin.. Allahumman shur Islaama wal muslimiin, wa ahlikil kafarata wal musyrikiin.. Allahummanshur ikhwaananal mujaahidiina fii Filistiin.. Allahummanshur ikhwaananal mujaahidiina fii kulli makan.. Aamiin…
Allahu'alam bisshawab. (DK)

Baca Selengkapnya......

Bandung Dulu dan Sekarang

Berikut adalah resume wawancara dengan Ust. Asep Rodhi yang dimuat pada BEWARA Edisi 3 tanggal 19 Muharram 1430 H/15 Januari 2008,

Saya lahir di kota Bandung dan hingga saat ini tinggal di kota Bandung sehingga saya cukup banyak melihat perubahan kota yang saya cintai ini. Banyak perubahan yang telah terjadi.

Saya dahulu mengenal kota Bandung termasuk kota yang sejuk. Tidak seperti sekarang yang lumayan panas dan sangat tidak nyaman. Hal ini terjadi karena kian hari jumlah ruang terbuka hijau kian sedikit. Saya akui, saya cukup berbahagia ketika ada penambahan lahan terbuka hijau, misalnya pengubahan lahan terbuka hijau menjadi taman kota. Namun, pertambahan tersebut sebetulnya tidak terasa karena tidak sebanding dengan luas kota Bandung. Saya dahulu mengenal kota Bandung sebagai kota dengan lalu lintas yang lengang dan nyaman. Berkebailkan dengan sekarang yang sering macet di beberapa lokasi. Saya harus menambahkan waktu macet ke dalam waktu perjalanan. Selain itu, jalur yang tidak jelas sering menyulitkan para pengendara, khususnya bagi mereka yang masih baru di kota Bandung. Jumlah angkot yang terlalu banyak menjadi keluhan masyarakat karena menjadi salah satu sumber kemacetan. Kasus Trans Metro Bandung seharusnya kita jadikan pelajaran yang berharga. Kita bisa menarik garis merah bahwa kesemrawutan yang timbul adalah akibat dari kesemrawutan pembangunan.

Sering kita melihat pembangunan daerah hutan dan resapan air tanah menjadi bangunan-bangunan yang bukan peruntukannya, seperti kasus pembangunan villa daerah Punclut.
“Kesalahan pembangunan akan mengarah ke satu hal, yakni bencana.”
Semakin sedikitnya hutan akan menyebabkan kota Bandung semakin panas. Selain itu, banjir akan semakin lazim di musim hujan. Air tanah tidak lagi diserap dan akan meluapkan sungai-sungai yang ada. Jika musibah ini terjadi, kesengsaraan pasti akan dirasakan oleh seluruh warga kota Bandung yang tinggal di dekat sungai.
Salah satu yang terbaru, banjir yang dialami tetangga-tetangga saya akibat pembangunan salah satu mall baru. Di lain pihak, ada sebuah ironi ketika kita berada di musim kemarau, kita kesulitan air. Masyarakat terzalimi dengan pengelolaan air kota. Seandainya tata air dikelola dengan baik, tentu air yang ada dapat didayagunakan dengan lebih optimal.

Ketika saya berdiskusi dengan masyarakat sekitar, hal yang paling memberatkan mereka dalam hal tata kota adalah masalah pasar tradisional dan pembangunan mall. Bagi mereka, pembangunan mall sudah tidak berarah. Saya sepakat dengan mereka, di kota Bandung jumlah mall sudah terlalu banyak. Mall yang baru malah mematikan mall yang umurnya lebih tua, ini bisa kita lihat dengan sepinya mall-mall lama. Keberadaan pasar tradisional merupakan karakter asli bangsa kita dan akan sangat bermanfaat bagi para pedagang yang berjualan atau masyarakat yang berbelanja di sana. Saya melihat kondisi pasar tradisional di kota memprihatinkan.

Pemerintah kota seharusnya mampu melihat kondisi ini dan berupaya menata kembali. Namun, penataan ini jangan sampai seperti yang telah sering terjadi. Katanya hendak merenovasi pasar tradisional, tapi pada kenyataannya malah dijadikan mall. Pedagang tidak bisa lagi berjualan di sana. Akan lebih baik jika pasar itu dibangun atas inisiatif dari pedagang itu sendiri. Mereka seharusnya diikutkan dalam forum pembahasan dengan investor dan pengembang serta dilibatkan dalam pengawasan pembangunannya. Dengan begitu, semua pihak akan puas dan para pedagang tiak akan terzalimi (seperti yang sering terjadi hingga saat ini).

Idealnya, master plan (perencanaan awal) yang dibuat merupakan hasil gabungan ide dan diskusi dari seluruh unsur yang terkait. Dengan begitu, pembangunan yang diadakan akan berkelanjutan dan tidak tambal sulam. Pembangunan yang ada akan mengarah pada terciptanya kota yang ideal, lengkap, mengayomi warga, dan humanis. Bagi saya, kota Bandung belum memenuhi kriteria tersebut.

Anggota dewan harus mampu mendorong eksekutif untuk mewujudkan master plan tersebut. Selain itu, pembangunan harus mereka awasi hingga bisa konsisten. Dengan begitu, pembangunan bisa bertahap dan selalu melihat urgensi atau kebutuhan bagi masyarakat kota. Juga dalam penataan kota yang telah ada dan harus segera dibenahi. Dana yang ada jangan sampai habis untuk pembangunan yang justru tidak mendukung terciptanya kota Bandung sebagai kota yang modern dan bersahabat yang dikenal sebagai Paris Van Java dan termasuk dalam Persaudaraan Kota-Kota di Dunia. Tugas kita, untuk bersama-sama menjaganya. (HM)

Baca Selengkapnya......

Monday 19 January 2009

Tameng Perjuangan - oleh : Ummi Nurani














Pedang – pedang jihad telah terhunus
Siap bergerak ke garis terdepan
Menghadang musuh – musuh Allah
Yang menyerang garang penuh biadab

Pedang – pedang jihad telah menyatu
Menggelora disetiap relung mujahid
Tukmenghentak ulah pemberontak
Yang tiada jera melawan kebenaran

Wahai para pembela kalimat Allah
Jangan biarkan pedangmu merintih
Lantaran tak dihunus pemiliknya
Hingga tiada daya tiada guna

Wahai mujahid, kaulah prajurit sejati
Buatlah pedang jihad itu memiliki arti
Jadi tameng pengokoh hasrat juangmu
Demi tegaknya dien Allah di bumi ini

Wahai mujahid, kaulah prajurit yang dinanti
Pedang jihadmu adalah deretan yaumianmu
Jadilah benteng peradaban bangsamu
Digjayakan dien Allah di semesta ini

Baca Selengkapnya......